Dilahirkan dalam keluarga terkutuk yang anak laki-lakinya akan binasa sebelum mereka berusia 20 tahun.
Untuk mengubah nasibnya, ibunya memberinya nama perempuan, "Khem_jira," yang berarti "aman selamanya."
Itulah yang diyakini Khemjira, sampai ulang tahunnya yang ke 19 tiba.
ระทึกขวัญ,ชาย-ชาย,เกิดใหม่,ไทย,,plotteller, ploteller, plotteler,พล็อตเทลเลอร์, แอพแพนด้าแดง, แพนด้าแดง, พล็อตเทลเลอร์, รี้ดอะไร้ต์,รีดอะไรท์,รี้ดอะไรท์,รี้ดอะไร, tunwalai , ธัญวลัย, dek-d, เด็กดี, นิยายเด็กดี ,นิยายออนไลน์,อ่านนิยาย,นิยาย,อ่านนิยายออนไลน์,นักเขียน,นักอ่าน,งานเขียน,บทความ,เรื่องสั้น,ฟิค,แต่งฟิค,แต่งนิยาย
Dilahirkan dalam keluarga terkutuk yang anak laki-lakinya akan binasa sebelum mereka berusia 20 tahun.
Untuk mengubah nasibnya, ibunya memberinya nama perempuan, "Khem_jira," yang berarti "aman selamanya."
Itulah yang diyakini Khemjira, sampai ulang tahunnya yang ke 19 tiba.
ผู้แต่ง
Lullaby
เรื่องย่อ
✩.・*:。≻───── ⋆♡⋆ ─────.•*:。✩
Di tengah malam, di sebuah rumah kecil yang terletak di daerah kumuh, sosok kecil Khemjira atau Khem, seorang siswa sekolah menengah atas berusia delapan belas tahun, sedang menatap layar komputer tua yang perlahan-lahan mengunduh hasilnya. ujian masuk universitasnya.
Di sebelah kirinya ada jam meja yang menunjukkan tengah malam, dan di sebelah kanannya, sebuah kue kecil dengan lilin memberikan secercah cahaya di ruangan yang tadinya gelap gulita.
Detik jarum detik jam bergema di kepalanya, memperkuat tekanan di dalam kepalanya hingga bibirnya terkatup rapat.
Akhirnya, hasilnya muncul, yaitu dia diterima di universitas dan fakultas pilihannya.
"Yeesss!" Khemjira berseru kegirangan, mengatupkan tangannya dalam doa, berharap perjalanan kehidupan universitasnya lancar, sebelum membungkuk untuk meniup lilin.
Memang benar, hari ini adalah ulang tahun Khemjira yang kesembilan belas.
Di ruangan gelap yang hanya diterangi cahaya layar komputer, pemuda itu duduk memakan kuenya sambil melihat-lihat gambar kampus universitas tempat dia diterima. Dia makan, melihat foto-foto itu, dan tersenyum puas hingga dia melirik jam sudah menunjukkan "Jam dua pagi?" terlonjak kaget.
Besok, Khemjira harus bergegas memberi tahu Luang Por[1] di kuil tentang kabar baik ini. Dengan pemikiran itu, dia segera menyelesaikan kuenya, mematikan komputer, mencuci piring, menggosok gigi, dan pergi tidur.
Dalam tidurnya, Khemjira memimpikan sesuatu yang tidak pernah diimpikannya sebelumnya.
Mimpinya terungkap seperti film lama, menampilkan rumah tradisional Thailand dari zaman masih ada budak.
Khemjira melihat seorang gadis muda berlari, di dalam rumah, dengan beberapa pelayan berusaha menangkapnya dengan sia-sia. Gadis itu tertawa kegirangan dan kegembiraan.
≻───── ⋆✩⋆ ─
Kemudian adegan beralih ke sebuah rumah kayu berwarna kulit telur, berlatarkan masa ketika mobil sudah digunakan, suasananya lembut dan mengingatkan pada tahun delapan puluhan.
Khemjira sedang berdiri di depan rumah kayu ini, dengan kasar mengintip ke dalam rumah melalui jendela.
Dia melihat sepasang suami istri duduk bersama di meja makan, berbagi makanan dan saling tersenyum. Alis Khemjira berkerut saat menyaksikan adegan itu, merasakan sedikit sakit di hatinya, mendorongnya untuk memegangi dadanya.
"Apa yang kamu lihat?" Suara dingin dan dingin datang dari belakangnya.
Jantung Khemjira berdebar kencang karena terkejut, tubuhnya membeku saat merasakan nafas orang yang muncul di belakangnya.
Dia mencoba berbalik, tetapi tubuhnya tidak mau bergerak. Suasana hangat di sekelilingnya berangsur-angsur mendingin, membuat tulang punggungnya merinding saat rumah kayu berwarna kulit telur di depannya berubah menjadi rumah terbengkalai yang menakutkan.
Khemjira mengertakkan gigi, mencoba untuk bangun.
Apa-apaan ini? Bangun! Bangun!
"Apakah kamu ingin tinggal di sini bersama?" Khemjira tersentak saat merasakan nafas samar mendekat. Ketakutannya membanjiri hatinya, menyebabkan tubuhnya gemetar.
"Hanya kita berdua."
"Bagaimana?"
Selama sepersekian detik, dia mempertimbangkan untuk menyetujuinya hanya untuk menghindari ketidaknyamanan, tapi kemudian dia mendengar suara seseorang.
"Khem, sudah waktunya bangun sayang."
Khemjira tersentak bangun, duduk di tempat tidur dengan panik. Dia segera melihat ke kiri dan ke kanan untuk melihat apakah ada orang lain di kamarnya sebelum matanya melihat sesuatu di dekatnya.
Itu adalah takrut kulit harimau[2] yang dia pakai selama yang dia bisa ingat.
Kapan lepasnya..?
Kalung takrut ini adalah benda ajaib yang telah disihir oleh Por Kru[3] yang tidak dapat diingatnya. Itu memiliki kemampuan untuk melindungi pemakainya dari bahaya yang tidak terlihat. Ibunya bersikeras agar dia memakainya setiap saat.
Bahkan di hari terakhir hidupnya, ibunya telah mengingatkannya untuk tidak melepasnya.
Yang benar adalah bahwa Khemjira dilahirkan dalam keluarga terkutuk, anak laki-laki shalļperish sebelum mereka berusia 20 tahun.
Untuk mengubah nasibnya, ibunya memberinya nama perempuan, 'Khemjira,' yang berarti aman selamanya.
Meskipun Khemjira tidak terlalu menyukai desain kalung ini, dia tidak pernah menentang keinginan ibunya. Setelah dia melakukannya meninggal karena penyakit parah tujuh tahun lalu, dia terus memakainya sepanjang waktu, seperti jimat pelindung yang ditinggalkan ibunya.
Selama delapan belas tahun terakhir, dia aman. Mungkin ada kecelakaan kecil di sana-sini, tipikal orang yang agak kikuk seperti dia, tapi itu tidak serius. Semuanya normal sampai tadi malam.
Untuk pertama kalinya dalam hidupnya, inilah pertama kalinya Khemjira mengalami mimpi yang aneh dan menakutkan yang tak terlukiskan.
Dia menenangkan dirinya, meski dia masih merinding karena realisme mimpinya. Begitu dia sudah tenang kembali, dia mengambil takrut dan mengalungkannya kembali di lehernya sebelum bangun untuk mandi dan berpakaian untuk mengunjungi Luang Por di kuil.
Khemjira naik songthaew, sejenis angkutan umum, ke kuil di kota tempat tinggal Luang Por Pinyo, ayahnya.
Ayahnya memutuskan untuk menjadi biksu seumur hidup sekitar tiga tahun setelah kematian ibunya. Khemjira tepat berusia lima belas tahun saat itu.
Dia percaya bahwa hal ini telah ditentukan sejak Khemjira masih bayi.
Por Kru, yang memberi Khemjira benda ajaib tersebut, telah menginstruksikan ayahnya untuk mencari waktu yang baik untuk menjadi biksu seumur hidup untuk mendedikasikan jasanya kepada musuh karma keluarga dengan harapan dapat memperpanjang umur Khemjira. Itulah alasan ayahnya menjelaskan kepadanya yang menangis memprotes keputusan tersebut.
Khemjira hanya menganggap kehilangan salah satu orang tuanya, ibunya, sudah keterlaluan. Dia tidak ingin kehilangan ayahnya, baik karena menjadi biksu atau mati.
Namun pada akhirnya, dia tidak bisa menentang keinginan ayahnya dan sanak saudaranya yang lain, yang bisa dia lakukan. Dia berdiri, menangis dengan enggan, menyaksikan ayahnya mencukur rambutnya dan mengenakan jubah kuning. Dia kemudian berbalik dan berjalan ke ruang pentahbisan kuil.
Setelah hari itu, Khemjira tinggal bersama kerabat dari pihak ayahnya karena kerabat ibunya menolak menerimanya, karena takut mereka juga akan dikutuk.
Orang luar mungkin mengira mereka percaya takhayul, tapi semua orang di keluarga dan desa mempercayainya dengan sepenuh hati karena tidak ada laki-laki dari pihak ibu yang pernah hidup hingga hari kedua puluh mereka.
Kerabat dari pihak ayah yang menawarkan diri untuk merawatnya adalah paman dan bibinya, yang mengambil uang tunjangan anak yang ditinggalkan ayahnya dan uang asuransi kesehatan ibunya dan melarikan diri untuk menjalani kehidupan yang nyaman di luar negeri sejak hari pertama mereka membawanya, meninggalkan hanya beberapa ribu baht dan sebuah rumah tua untuknya.
Khemjira tidak ingin membuat ayahnya khawatir, yang baru saja ditahbiskan beberapa hari sebelumnya, jadi dia diam saja. Bahkan ketika ayahnya mengetahuinya kemudian, dia tidak bisa berbuat apa-apa.
Dia tinggal sendirian di rumah itu dan beruntung karena para tetangganya baik hati dan rutin membawakannya makanan. Ditambah lagi, setiap kali dia mengunjungi ayahnya di kuil, dia akan pulang ke rumah dengan membawa banyak makanan.
Apalagi prestasi akademisnya cukup baik, sehingga ia mendapat beasiswa dari awal hingga akhir SMA, membuat kehidupan SMA-nya tidak terlalu sulit.
Ia pun masuk universitas dengan bersaing memperebutkan beasiswa.
"Halo, Luang Por," sapa Khemjira setelah memasuki rumah pendeta sebelum bersujud ke lantai tiga kali dan kemudian mendongak sambil tersenyum lembut. Ayahnya balas menatapnya dengan lembut.
"Halo. Hasil ujianmu sudah keluar, bukan?" Khemjira menggaruk pipinya dengan canggung dengan satu tangan sementara tangan lainnya masih dalam posisi wai.
"Bagaimana kamu tahu? Aku berencana untuk mengejutkanmu."
Luang Por tersenyum meninggalkan mereka saat itu, "Kemarin, semester dua siswa baru dimulai."
"Heh, aku masuk Fakultas Seni Rupa dan Terapan di salah satu universitas di Bangkok.." Suara Khemjira melemah hingga nyaris berbisik, tangannya masih terkepal dalam posisi wai, namun matanya perlahan melirik ke arah ayahnya.
"Apakah kamu benar-benar harus pergi jauh-jauh ke Bangkok?" Tanyanya, sikapnya tenang meski sekilas matanya menunjukkan kepedulian terhadap anaknya.
Khemjira menyusut sedikit lagi. Dia sepenuhnya menyadari betapa khawatirnya akan keselamatannya: dia harus sendirian di luar tanpa ada orang lain yang perlu melihat, apalagi dia masih aktif.
Tapi Khemjira bercita-cita menjadi seorang seniman. Dia telah mendapatkan uang tambahan dengan menggambar selama beberapa waktu, cukup untuk menutupi biaya perlengkapan seni dan sewa apartemen murah.
Dia ingin unggul dalam karir ini. Jika dia mati besok, dia ingin menjalani hidupnya sesuai keinginannya setidaknya sekali.
"Universitas di sekitar sini tidak memiliki fakultas yang ingin saya pelajari," Khemjira menyatakan alasannya dengan jujur, ingin ayahnya ikut bersamanya.
Melihat tekad putranya, dia memutuskan untuk membiarkan putranya melakukan apa yang dia inginkan. Dan setelah ditahbiskan sebagai biksu selama bertahun-tahun, Pinyo memahami kebenaran hidup. Kelahiran, penuaan, penyakit, dan kematian adalah sifat alami manusia. Dia telah melakukan segala yang bisa dilakukan seorang ayah; sisanya terserah takdir.
"Yah, kalau begitu, maka belajarlah dengan giat dan berhati-hatilah dalam melakukan apa pun. Jangan gegabah."
Khemjira perlahan tersenyum menerima restu ayahnya dan dengan cepat mengangguk sebagai jawaban.
"Ya, Luang Por." Setelah mengobrol sebentar, Khemjira memberi hormat dan berpamitan kepada ayahnya untuk kembali ke pekerjaannya yang belum selesai.
Saat itu, Pinyo hanya bisa duduk sambil memperhatikan punggung anaknya yang semakin menjauh, diiringi...bayangan lebih dari satu roh misterius.
✩.・*:。≻───── ⋆♡⋆ ─────.•*:。✩
Note:
[1] Luang Por (หลวงพ่อ) adalah gelar yang diberikan kepada seorang biksu laki-laki Thailand yang usianya kira-kira sama dengan ayah.
[2] Takrut (ตะกรุด) adalah jenis jimat berbentuk tabung yang berasal dari Thailand.
[3] Por Kru (พ่อครู) adalah gelar yang diberikan kepada ahli sihir.
[4] Musuh karma (เจ้ากรรมนายเวร) adalah roh pendendam yang disakiti seseorang di kehidupan sebelumnya; sebagai konsekuensinya, adalah mencari balas dendam dalam kehidupan orang tersebut saat ini.
✩.・*:。≻───── ⋆♡⋆ ─────.•*:。✩
•┈┈┈••✦ ♡ ✦••┈┈┈•
Jhetana telah melihat asap putih setinggi pinggang yang mengelilingi Por Kru sebelumnya. Keduanya adalah dua pelayan kembar bernama Ake dan Thong, yang telah dirawat oleh Por Kru.
Sebenarnya, Ake dan Thong dulunya adalah pelayan Sake, kakek Por Kru. Ketika Sake meninggal, Por Kru mengambil alih tanggung jawab untuk merawat kedua roh tersebut, bukannya melepaskan mereka seperti yang seharusnya dilakukan.
Ketika masih kecil, Jhettana dapat melihat roh-roh dengan lebih jelas daripada sekarang, sehingga dia ingat bagaimana kedua orang itu terlihat. Ketika mereka pertama kali bertemu, dia duduk dan berbicara dengan mereka dalam waktu yang lama, baru menyadari bahwa mereka adalah hantu ketika Por Kru mengusir mereka, dan mereka menghilang di depan matanya.
Dahulu, Jhettana sangat dekat dengan Ake dan Thong. Meskipun dia tahu mereka adalah hantu, dia masih sering memanggil mereka dan sering bermain bersama. Hal ini menyebabkan perilaku aneh di mata orang lain ketika mereka melihat dia berbicara atau bermain sendirian sepanjang waktu tanpa memperhatikan teman-temannya yang lain. Itu karena Ake dan Thong selalu memberitahu dia siapa yang memiliki niat baik atau buruk terhadapnya, dan sebagian besar adalah buruk. Mereka iri dengan kekayaannya atau memiliki niat untuk menggunakan dia sebagai batu loncatan untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi.
Akhirnya, Jhettana menjadi seorang anak laki-laki yang pendiam dan tidak berkomunikasi dengan siapa pun. Orang tua Jhettana, khawatir tentang masa depannya, meminta Por Kru untuk membantu mengatur perilakunya, karena mereka terlalu sibuk dengan pekerjaan untuk merawat putra mereka sendiri.
Por Kru melakukan sebuah ritual untuk menutup mata ketiga Jhettana sehingga dia tidak bisa melihat roh-roh lagi. Ini berarti Jhettana tidak bisa melihat Ake dan Thong lagi. Jhettana yang berusia dua belas tahun menjalani ritual tersebut dan menangis karena kesedihan.
Akhirnya, Por Kru merasa kasihan dan mengubah ritual tersebut. Ternyata Jhettana masih bisa melihat hantu dan roh, tapi hanya dalam bentuk yang kabur dan tidak jelas, dan tidak bisa berkomunikasi dengan mereka.
Hingga hari ini, Jhettana masih merasakan bahwa Ake dan Thong selalu berada di sekitarnya, melindungi dan mengawasi dia dan teman-temannya. Meskipun mereka tidak lagi berbicara dengannya seperti sebelumnya, dia masih merasa puas dengan kehadiran mereka yang sunyi.
Saat sedang terbenam dalam pikirannya, Por Kru tiba-tiba mengambil kacamata hitam yang tergantung di kerah kemeja, memakainya, dan berdiri.
Jhettana berpikir bahwa Por Kru ingin pulang, jadi dia berdiri dan mengikuti, tanpa sengaja membuat Charnvit, yang sedang duduk menonton pertandingan, juga berdiri. Namun, Por Kru memberi isyarat dengan tangannya agar mereka duduk kembali.
"Guru mau pergi kemana?" Jhettana bertanya dengan mata terkedip. Por Kru menjawab tanpa menoleh kepadanya,
"Aku akan membeli oliang."
*(Biasa disebut kopi es gaya Thai, minuman populer di Thailand.)
"Guru pergi sendirian, Por Kru? Di luar sangat panas. Aku akan membelinya untuk guru,"
Jhettana menawarkan, tapi Por Kru menggelengkan kepala untuk menolak.
"Aku akan pergi sendiri."
Setelah mengucapkan itu, dia berbalik dan berjalan, tidak memberi kesempatan bagi Jhettana untuk mengatakan apa pun lagi. Hal itu membuat Jhettana mengernyitkan kening, menundukkan kepala, dan memandang gurunya berjalan pergi dengan bingung.
Meskipun Por Kru biasanya melakukan segala sesuatu sendiri ketika dia sendirian, namun ketika muridnya menawarkan untuk melakukan sesuatu untuknya, dia tidak pernah menolak kebaikan mereka.
Sangat jarang bagi gurunya untuk bersikeras melakukan sesuatu sendirian seperti iini (Namanya mandiri 😏)
Atau mungkin...
"Char-"
"Aku tidak akan pergi kemana-mana. Duduklah dan biarkan guru kita sendirian."
Jhettana juga berencana membawa Charnvit untuk mengikuti Por Kru, tapi Charnvit sudah menduga niat Jhettana.
Merasa kesal dengan jawaban itu, Jhettana ingin memprotes, tapi kemudian dia ingat bahwa Charnvit telah membeli beberapa pisang bakar yang dia sukai. Dengan itu, dia menjadi tenang kembali dan diam-diam memakan pisang bakar ttersebut (oh, makanan kesukaan pisang bakar. Nanti para pembaca COD sekebon lahan pisang, terus dibakar. Habis itu di COD deh. )
Di luar, matahari memang membakar seperti yang Jhettana katakan.
Parun berjalan melewati sebuah kedai kopi tradisional hingga dia berhenti di depan sebuah gerai jus...
Rasanya dia semakin bertindak impulsif.
"Kamu sudah selesai membeli apa yang kamu butuhkan?"
Suara Parun terdengar dari atas kepala Khemjira, membuatnya terkejut dan cepat menoleh ke atas. Pukkaphong juga terkejut, tidak menyadari kedatangan orang tersebut.
"P...Por Kru."
Parun menundukkan kepala dan mengernyitkan kening, berkata: "Aku bertanya padamu itu."
"Y-Ya. Ini, Phong."
Pukkaphong melihat Por Kru dan Khemjira, merasa sakit hati, tapi tidak bisa berbuat apa-apa selain mengambil gelas jus semangka dari tangan Khemjira. Sekarang 'orang itu' Khemjira sudah datang, seseorang seperti dia harus menjauhkan diri. Cemburu jadi ceritanya)
"Terima kasih, Khem. Sampai jumpa lagi," kata Pukkaphong.
Namun, karena suatu alasan, dia merasa harus mengusap rambut Khemjira dengan lembut, tersenyum sebelum membungkuk untuk berpamitan dengan Por Kru.
"Aku minta izin untuk pergi lebih dulu, Por Kru. Ayahku dan aku akan mengunjungi Anda nanti."
Setelah Pukkaphong pergi, Khemjira menatap Por Kru dan bertanya: "Kita pergi sekarang, ya?"
Parun menatap rambut Khemjira yang sedikit kusut dengan ekspresi bingung yang tersembunyi di balik kacamata hitam tebal, merasakan badai emosi di dalam dirinya yang ingin dia hilangkan. (Hayoloh, cemburu pak. )
Tapi tidak ada kitab Buddha untuk dibaca dan dia tidak bisa bermeditasi di tempat itu.
Akhirnya, dia mengangkat tangan untuk menyentuh rambut coklat alami Khemjira, berpura-pura tidak memperhatikan pandangan Khemjira, yang terlihat seperti baru melihat hantu di siang hari.
"Aku ingin minum oliang."
Wajah Khemjira langsung memerah karena panas, dia cepat-cepat mengangguk, mengikuti Por Kru untuk membeli oliang. Dia diam-diam menyentuh tempat yang baru saja disentuh oleh Por Kru dengan jantung yang berdegup kencang sebelum menghela napas lega. (Anak perawan ngeblush)
Por Kru selalu membawa harapan bagi dirinya. Dia merasa lelah karena harus terus-menerus mengendalikan pikirannya.
Jhettana dan Charnvit telah menunggu selama beberapa saat, lalu mereka melihat Por Kru kembali dengan tas oliang, diikuti oleh teman baiknya yang membawa tas susu dingin rasa salak. (Tulisannya NANAS, tapi artinya beda 😑)
#*Adalah jenis buah di Indonesia bernama buah Salak (mirip dengan buah Mây di Thailand), dengan rasa yang bervariasi dari manis seperti gula (Salak Gula Pasir), asam manis seperti jeruk (Salak Getih), dan asam seperti nanas (Salak Nanas).
Pemandangan itu membuat Jhettana mengekatkan bibir untuk menahan kegembiraannya, hampir menepuk lutut karena dia sudah menebaknya dengan benar.
Tapi dia tidak berani...
Selain itu, Khemjira juga membawa pulang dua tas teh es karena Por Kru telah mengundangnya untuk minum, jadi dia memutuskan untuk membeli sedikit tambahan untuk Jhettana dan Charnvit juga.
Setelah menonton pertandingan tinju sebentar lagi, Kepala Distrik Chang tiba untuk mendiskusikan pekerjaan sesuai dengan kesepakatan sebelumnya dengan Por Kru. Ini tentang memasang menara jaringan telepon seluler, yang akan segera membuat komunikasi warga desa di daerah Por Kru menjadi jauh lebih mudah.
Setelah pembicaraan bisnis selesai, semua orang kembali ke rumah masing-masing. Jhettana baru saja memarkirkan mobilnya, lalu...
Chai-ya dan Kaew datang untuk mengambil mobil, membawa kue khanom tako yang dibuat oleh Nyonya Si.
#*Khanom Tako adalah hidangan penutup tradisional Thailand yang terbuat dari puding kelapa. Biasanya dibungkus dengan daun atau daun pisang dan disajikan dengan saus manis.
Untuk makan malam hari ini, Khemjira telah membeli sedikit pad Thai udang dari pasar malam karena terlihat bersih dan sangat menggugah selera. Selain itu, mereka memberikan porsi yang cukup lengkap, sehingga tidak perlu memasak apa pun lagi.
Setelah selesai makan baik hidangan utama maupun penutup, semua orang kembali ke kegiatan masing-masing. Hari ini, Jhettana dan Charnvit libur dari latihan meditasi rutin, sehingga mereka berencana menghabiskan malam dengan menonton film bersama Khemjira. Sebelum kembali ke rumah Por Kru, mereka berhenti untuk membeli beberapa camilan untuk dimakan selagi menonton film.
Sementara itu, setelah berpisah dengan murid-muridnya, Parun memasuki ruang meditasi untuk bermeditasi dan merenungkan dengan cermat tentang peristiwa yang telah terjadi dalam beberapa hari terakhir.
Apa penyebab dari semua ini dan kapan semuanya dimulai?
Mengapa tampaknya semakin aku mencoba menghindar, semakin aku terjebak? Semakin aku menolak, semakin aku merasa tidak nyaman ketika melihat dia benar-benar mulai menjauhkan diri dari aku.
Apakah karena kenangan dari kehidupan sebelumnya masih tersisa di dalam diriku, atau karena aku merasa kasihan padanya?
Mungkin itu jawabannya, atau mungkin tidak.
Sekarang, alis yang berkerutnya secara perlahan-lahan mengendur.
Waktu akan menunjukkan itu.
Tapi sebelum mencapai titik itu, yang terbaik adalah menyelesaikan masalah yang muncul dari kehidupan sebelumnya mereka.
•┈┈┈••✦ ♡ ✦••┈┈┈•
Hingga larut malam hari itu, setelah menonton dua film, Jhettana dan Charnvit pindah dari tempat tidur Khemjira ke tempat tidur mereka.
Pintu kayu kamar tidur itu dibuka sekali lagi, dan kali ini, Parun tidak lupa untuk memastikan Jhettana dan Charnvit tidur nyenyak seperti sebelumnya. Namun, dibutuhkan waktu lebih lama karena kekuatan mental kedua murid itu, yang telah diasah melalui proses pelatihan sehari-hari, telah menjadi jauh lebih kuat.
Upaya-upayanya dalam mendidik mereka tidaklah sia-sia.
Dia berjalan mendekati Khemjira, duduk di samping tempat tidur, mengangkat tangan dan meletakkannya di atas kepala Khemjira, dan membaca pelan sebuah kalimat khatha sebelum menunduk untuk meniupkan napas lembut ke keningnya. (So sweetnya)
Setelah beberapa saat, Khemjira, yang sedang bermimpi tentang Por Kru, membuka matanya. Ketika matanya beradaptasi dengan kegelapan di kamar, mereka perlahan-lahan terbuka lebar, dan bibirnya terbuka dengan takjub saat melihat Por Kru duduk di sebelahnya.
"Por Kru..."
"Ikuti aku," Por Kru berkata dengan suara pelan, memberi perintah sebelum berdiri dan keluar dari kamar, membuat Khemjira juga berdiri dan mengikuti dengan perasaan bingung.
Por Kru membawa Khemjira ke dapur dan menyuruhnya menyiapkan dua hidangan sederhana: sup telur dan ikan asin goreng dengan nasi panas. Kemudian, dia membawa nampan makanan mengikuti Por Kru ke rumah.
Saat ini, hanya cahaya dari lentera di tangan Por Kru yang menerangi jalan. Khemjira mengikuti dia ke pintu sebuah kamar di sayap kanan rumah, sebuah area yang telah dilarang oleh Jhettana untuk tidak pernah dimasuki.
Suasana di sini dingin dan tidak menyambut.
Di atas pintu tergantung selembar kain yantra merah yang diukir dengan tangan. Hanya dengan melihat pintu itu, hati Khemjira sudah bergetar karena ketakutan yang tidak dapat dijelaskan, bertanya-tanya mengapa Por Kru membawanya ke tempat ini.
Parun tampaknya merasakan kekhawatiran Khemjira sehingga berbalik melihat tubuh kurus Khemjira, yang menunduk dan gemetar.
"Angkat kepalamu," perintahnya, tapi Khemjira tetap tidak mau mematuhi. Akhirnya, Parun harus menggunakan ujung jari untuk mengangkat dagu Khemjira dengan lembut, sehingga cahaya lentera menerangi wajahnya dengan jjelas (Ek-Hem)
Aku belum melakukan apa pun, tapi dia sudah mmenangis (Alamak, anak gadis ku)
Sikap Parun melunak ketika melihat air mata Khemjira, dan dia berbicara dengan suara yang rendah dan lembut: "Aku ada di sini. Apa yang harus kamu takuti?"
"Tarik napas dalam-dalam. Konsentrasi." Khemjira berkedip untuk menghilangkan air matanya, menarik napas perlahan dan menstabilkan pikirannya sesuai dengan perintah Por Kru.
Parun dengan lembut menggumamkan ketika melihat sikap patuh Khemjira seolah-olah sedang memuji dia karena telah berbuat baik. Kemudian, dia dengan lembut mengusap air mata Khemjira di pipi mungilnya dengan ujung jari. Khemjira terkejut, matanya terbuka lebar, sebelum dia dengan cepat menunduk lagi.
"Maaf, Kak," kata Khemjira, merasa bersalah karena kurang menyadari situasi, bercampur dengan perasaan malu, tidak tahu perasaan mana yang lebih kuat.
"Masuklah." Khemjira menelan ludah sebelum memasuki ruangan di belakang Por Kru.
Por Kru meletakkan lentera di lantai dan meminta Khemjira untuk meletakkan nampan makanan di sisi yang berlawanan dan duduk, sehingga cahaya dari lentera memisahkan mereka dari nampan makanan.
Por Kru berjalan-jalan di suatu tempat di dalam ruangan. Khemjira melihat sekeliling untuk mengamati ruangan itu. Meskipun penglihatannya kabur, dia menebak bahwa ruangan ini pasti sebuah gudang.
Tidak lama kemudian, Por Kru kembali dengan sebuah wadah tanah liat yang diukir dengan karakter suci, yang ditutup dengan selembar kain yantra merah. Dia meletakkannya di dekat nampan makanan dan duduk di sebelah Khemjira.
Namun, ketika melihat wadah itu di sisi lain lentera, sebuah perasaan takut muncul di dada Khemjira, begitu kuat sehingga dia memikirkan untuk melarikan diri. Tapi dia dihalangi oleh Por Kru, yang mengangkat lengan untuk menghalangi dia, membuatnya tidak bisa bergerak.
Khemjira langsung tahu siapa yang terjebak di dalam wadah itu.
Kenangan mengerikan yang terkubur dalam pikirannya muncul kembali, dan rasa takut yang mereka bawa membuat Khemjira ingin berteriak sekuat tenaga.
Tapi kenyataannya, Khemjira tidak bisa berteriak, hanya bisa membuka mata lebar-lebar dan menatap wadah tanah liat itu, napasnya terengah-engah, tidak teratur sampai-sampai terdengar sangat menyedihkan.
Tanpa diketahui Khemjira, Por Kru mendekat dan duduk di belakangnya. Tangan hangatnya menepuk kepala Khemjira dengan lembut dan kemudian mengusap punggungnya dengan gerakan yang lembut dan berirama, seolah ingin menghilangkan rasa takutnya.
"Tenanglah."
"Aku ada di sini."
Khemjira mengangguk pelan-pelan dan kemudian mengangguk dengan mata yang berair.
Tangan Khemjira yang dingin dengan berani meraih dan memegang tangan tebal Por Kru, memegangnya erat, mencari kehangatan dari telapak tangan untuk menenangkan pikirannya sebelum dia mendapat respons.
Gestur ini menarik perhatian Khemjira sepenuhnya ke arah Por Kru.
"Dengarkan apa yang aku katakan dengan baik. Ini adalah apa yang harus kamu lakukan."
"Nasibmu dalam kehidupan ini terlalu besar, tidak ada yang bisa mengubahnya. Jhet tidak bisa melakukannya, Charn juga tidak, dan bahkan aku pun tidak bisa."
"Mengenai musuh karma yang terkait dengan keluargamu, aku mungkin tidak bisa membantu banyak, tapi dengan Cha-yod, kita memiliki tanggung jawab untuk berbagi denganmu."
"Setidaknya, jika kita bisa membebaskannya, beban berat bisa menjadi lebih ringan."
"Kamu mengerti apa yang aku katakan?"
Khemjira perlahan-lahan mengangguk. Hati yang tadinya penuh harapan langsung layu ketika dia menyadari bahwa Por Kru melakukan semua ini hanya karena rasa tanggung jawab atas masa lalu, tanpa ada emosi llain
Tapi setidaknya Por Kru telah bertindak dengan niat baik terhadapnya, meskipun dia hanya orang yang datang meminta bantuan, bukan murid yang harus dilindungi dan dirawat. Namun, Por Kru masih menunjukkan belas kasihan kepadanya.
Khemjira menarik napas dalam-dalam sebelum bertanya dengan lembut.
"Apa yang harus aku lakukan?"
Parun membaca mata Khemjira dan berpikir bahwa dia mungkin telah salah paham sesuatu, tapi dia tidak ingin menjelaskan apa pun saat ini. Yang penting adalah membebaskan saudara laki-laki dari masa lalunya agar bisa bereinkarnasi.
"Bermeditasi. Atur napasmu dengan pelan, pikirkan sesuatu yang membuat pikiranmu tenang dan lepaskan semua kekhawatiran." Por Kru secara bertahap menarik tangannya ketika Khemjira meletakkan tangan kanannya di atas tangan kirinya dan menutup matanya.
Khemjira membayangkan dirinya duduk menggambar di tengah alam, dengan barisan pohon hijau, kabut yang samar dan angin lembut yang berhembus.
Ketika pikirannya tenang kembali, sikap Khemjira juga menjadi lebih lembut, dan Parun melanjutkan,
"Alasannya dia mengikutimu selama banyak kelahiran kembali seperti ini mungkin karena kamu dan dia pernah berjanji dengan sungguh-sungguh di masa lalu. Pikirkan apa yang mungkin telah kamu lakukan atau janjikan. Jangan terburu-buru, lakukan pelan-pelan."
Siapkan popcorn, babak tegang)
Khemjira menarik napas dalam-dalam dan mengikuti instruksi, tenggelam dalam kenangan yang memudar, berenang melalui rasa sakit dan penderitaan, kata-kata perpisahan, senyum, dan tawa dari semua usia, sejak pertama kali dia bertemu Cha-yod.
✯¸.•'*¨'*•✿ ✿•*'¨*'•.¸✯

Hari itu adalah hari hujan gerimis. Khemmika berusia sembilan tahun sedang duduk di dalam mobil yang dikemudikan ayahnya pulang ke rumah saat melewati sebuah taman bermain. Dia melihat seorang anak laki-laki duduk sendirian di ayunan, menatap ke tanah, bahkan ketika hujan turun.
Khemmika ingat anak laki-laki itu; dia baru saja pindah ke sekolah yang sama dengannya dan bahkan berada di kelas yang sama.
Dia buru-buru meminta ayahnya menghentikan mobil, mengambil payung dan berlari di bawah hujan ke tempat anak laki-laki itu.
Cha-yod, yang berharap bisa duduk di bawah hujan dan pilek sehingga tidak perlu ke sekolah, perlahan-lahan mengangkat wajahnya ketika matanya melihat ujung rok seseorang, bersamaan dengan hujan yang tiba-tiba berhenti.
Kemudian anak laki-laki itu menyadari bahwa hujan belum berhenti; gadis kecil yang berdiri di depannya telah membuka payung untuk melindunginya dari hujan.
"Siapa kamu?" Cha-yod bertanya, mengangkat alisnya. Khemmika tersenyum dan menjawab: "Namaku Khemmika."
"Lalu kamu?"
Cha-yod menatap wajah Khemmika untuk waktu yang lama sebelum menjawab dengan lembut di tengah hujan yang semakin deras: "Aku Cha Yod."
"Oh, aku hanya bertanya, tapi aku sudah tahu namamu," kata Khemmika sambil tertawa.
Gadis kecil yang aneh...
Meskipun hujan sangat lebat sehingga gadis kecil itu mulai basah karena berbagi payung dengan anak laki-laki itu, dia masih tersenyum dengan suara yang jernih, seolah-olah dia tidak memiliki masalah apa pun.
Cha-yod memikirkan sesuatu dan menatap ke tempat lain, tidak mengucapkan sepatah kata pun. "Kamu tinggal di mana? Apakah kamu ingin aku antar?" Khemmika bertanya. Cha-yod memasukkan bibirnya, menundukkan kepala dan menggelengkan kepala.
Anak laki-laki itu tidak ingin pulang ke rumah saat ini karena baru saja bertengkar dengan orang tuanya.
Khemmika memahami bahasa tubuh Cha-yod, jadi dia tersenyum dan bersabar tanpa menyerah.
"Bagaimana kalau ke rumahku? Kami memiliki banyak camilan dan mainan."
Cha-yod mengangkat alisnya, merasa tidak nyaman karena dianggap sebagai anak kecil yang mudah tergoda dengan camilan dan mainan.
Tapi hanya dengan melihat pandangan memohon gadis kecil itu, bersama dengan tubuhnya yang menggigil karena kedinginan, anak laki-laki itu secara tidak sengaja menyetujui dan dengan mudah mengikuti gadis kecil itu ke mobil.
Keluarga Khemmika menyambut orang asing itu lebih hangat dari yang diharapkan Cha-yod. Cukup dengan mengatakan bahwa Cha-yod adalah teman sekelas, mereka menyambut anak laki-laki itu dengan sangat ramah.
Khemmika tumbuh dalam keluarga yang penuh kasih sayang, berbeda dengan Cha-yod, yang sering dibandingkan oleh orang dewasa di rumah dengan kakak laki-lakinya. Mereka mengatakan bahwa kakak laki-lakinya lebih pintar, lebih tenang, dan selalu lebih berprestasi di sekolah.
Namun, Khemmika berbeda dari orang-orang tersebut. Dia tidak pernah membandingkan Cha-yod dengan siapa pun, tidak pernah memaksa dia menjadi sesuatu yang tidak ingin dia capai, dan tidak pernah memuji kakak laki-lakinya di depannya untuk membuatnya patuh.
Itulah alasan mengapa Cha-yod membuka hatinya kepada Khemmika dan menjadi sangat dekat dengannya sehingga akhirnya mereka menjadi sahabat karib.
"Khem, ketika kita dewasa, kamu akan menikah dengan aku, kan?" Cha-yod bertanya sambil bermain peran sebagai pelanggan di "restoran" Khemmika.
Mendengar itu, Khemmika tersenyum dan membayangkan masa depannya memiliki seorang pelindung untuk melindungi dan merawatnya, belum lagi memenuhi semua keinginannya dan melindunginya setiap kali dia melakukan kesalahan. Terdengar tidak terlalu buruk, jadi dia mengangguk setuju.
"Baiklah, jika saat itu aku belum menemukan orang yang lebih baik dari kamu, maka aku akan menikah dengan kamu." Cha-yod tertawa gembira mendengar kata-katanya.
"Jadi, kamu harus mulai mempersiapkan diri untuk menjadi pengantin perempuanku, karena di dunia ini tidak ada orang yang lebih baik dari aku." Cha-yod yakin dengan hal itu sampai Khemmika bertemu dengan kakak laki-lakinya, Phawat. Semua mimpi Cha-yod mulai runtuh.
•❅──────✧❅✦❅✧──────❅•
Ingat, jangan pernah punya janji sama orang, kalau orang itu suatu saat metong, terus kalian dihantui oleh janji itu.
˚‧º·(˚ ˃̣̣̥⌓˂̣̣̥ )‧º·˚
Enggak janji besok bakal an up atau gak, mau istirahat dulu.
🥱😴